OBAT SUSUNAN SARAF PUSAT

Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum.Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipireltik yang khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain. Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma. Pembagian obat dalam kelompok yang menghambat SSP tidak tepat, karena psikofarmaka misalnya menghambat fungsi bagian SSPtertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Alkohol adalah penghambat SSP tetapi dapat memperlihatkan efek perangsangan.
Dalam seksi ini akan dibicarakan obat yang efek utamanya terhadap SSP yaitu anastetik umum, hipnotik sedatif, psikofarmaka, antikonvulasi, pelemas otot yangbekerja sentral, analgesik antipiretik, analgesik narkotik, dan perangsang SSP.
Obat yang mempengaruhi SSP yang dalam penggolongan termasuk kelompok lain misalnya amfetamin dan antihistamin tidak dibicarakan dalam seksi ini.

KLASIFIKASI OBAT PERANGSANG SSP
A.    Anastetik umum
B.     Anastetik lokal
C.     Hipnotik-sedatif dan alkohol
D.    Psikotropik
E.     antikonvulsi
F.      Obat penyakit parkinson dan pelemas otot yang bekerja sentral
G.    Analgesik opioid dan antagonis
H.    Perangsang SSP

MEKANISMAE KERJA

Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan sereptor. Pada sel suatu organisme reaksi ini menyebabkan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas obat tersebut : reseptor obet merupakan komponen mikromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, obat dapat merubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya mendifikasi fungsi yang sudah ada. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor untuk ligand endogen. Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen tersebut Agonis. Sedangkan, senyawa yang tidak mempunyai aktifitas intrinsic tetapi menghambat secara efek suatu Agonis di tempat ikatan Agonis disebut Antagonis.
Mekanisme kerja obat yang kini telah diketahui dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Secara fisis, obat diperkirakan melarut dalam lapiran lemak dari membran sel, juga dengan proses osmosis yang menarik air dan sekitarnya.
b. Secara kimiawi, contoh antasida, seperti natrium bikarbonat, alumunium dan magnesium hidroksida dapat mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi netralisasi kimiawi.
c. Proses metabolisme, antibiotika yang mengganggu pembentukan dinding sel kuman, sintesis protein atau metabolisme asam nukleat.
d. Cara kompetisi : kompetisi untuk reseptor spesifik atau untuk enzim.

Obat saraf Pusat (SSP) Efek perangsangan susunan saraf pusat tersebut (SSP) baik oleh obat dari alam atau sintetuk. Beberapa obat memperhatikan efek perangsang SSP yang nyata dalam dosis toksis sedangkan yang lain berefek sebagai efek samping.

Jenis obat yang bekerja terhadap SSP dibagi menjadi :
1. psikofarma (psikotrapika) yang meliputi :
a. Psikoleptika : jenis obat yang ada pada umumnya menekan fungsi tertentu dari SSP yakni hipnotika,sedative,transquilizerrs dan anti psikotika.
b. Psiko analeptika : obat yang menstimulasi seluruh SSP yakni anti depresiva, psikostimulansia
2. Jenis obat untuk gangguan neurologist, seperti antiepileptika
3. Jenis obat yang menghalau atau memblokir perasaan sakit analgetika.
4. jenis obat vertigo dan migraine

A.                OBAT ANASTETIK UMUM

Anastetik umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesia atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di SSP yang bersifat refersibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehinggaagak mirip dengan keadaan pingsan.
Obat anatetik umum dibagi menurut bentuk fisiknya menjadi 3 golongan, yaitu:
1.      Anastetik gas
2.      Anastetik menguap
3.      Anstetik yang diberikan secara IV
Efek samping
Hampir semua anastetika inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah:
  • Menekan pernapasan yamg pada anastesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan isoluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
  • Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran, isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsaNg SS simpatis,maka efek keseluruhannya menadi ringan.
  • Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor,misalnya kloroform.
Efek anestetik umum, baisanya pemberian pada intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat seperti tiopental terdapat rasa nyeriyang kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan plebitis atau trombosis.
Mekanisme keja
Sebagai anestetik inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang cepat, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi¸kemudian diturunkan sampai hanya sekedar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Mekanisme kerjanya bedasarkan perkiraan bahwa anestetika umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air  yang bersifat stabil.
B.     ANESTETIK LOKAL

Anestetik lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal melintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal,rasa panas atau dingin.
Anestetik okal pertama adalah kokain, yaitu suatu alkaloidyang diperoleh dari daun suatu tumbuhun alang-alang di pegunungan Andes (Peru).

Mekanisme keja

Pusat mekanisme kerjanya terletak di membran sel. Seperti juga alkohol dan barbital, anetetik lokal menghambat penurunan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas membran sel saraf untuk ion natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang layak disebabkan adanya persaingan dengan ion kalsium yang berbeda berdekatan dengan saluran-saluran natrium di membran neuron.

Efek samping

Efek samping adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardio-depresinya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan pernapasan dan sirkulasi darah. Anstetik lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi yang sering kali berupa exantema,urticaria dan bronshospasme alergis sampai ada kalanya shock anafilaktis yang dapat mengakibatkan kematian. Selain khasiat anetetiknya anstetik lokal masih memiliki sejumlah efek lain, anestetik lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls,misalnya terhadap ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskuler dan semua jaringan otot, lagi pula yang lebih penting menekan SSP dan fungsi jantung serta vasodilatasi.

Catatan: anestetik lokal dianggap sebagai obat “doping”, sehingga dikenakan restriksi tertentu. Misalnya, kokain merupakan obat doping yang merangsang.

C.    HIPNOTIK-SEDATIF DAN ALKOHOL

1.      BENZODIAZEPIN
Secara kualitatif banzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama, namun secara kuantitatif spektrum farmakodinamik serta data farmakokinetikny berbeda. Benzodizepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik dan antikonvulasi dengan potensi yang berbeda-beda.

Farmakodinamik

Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan pada SSP dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi, relaksasi otot dan anti konvulasi.

Famakokinetik

Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi enerapan klinisny. Semua benzodiazepin dalam bentuk nonionik memiliki koefisien distribusi lemak. Semua benzodiazepindiabsorbsi secara sempurna, dengan kekecualian klorasepat. Senyawa ini baru diabsorbsi sempurna setelah terlebih dahulu didekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmitildiazepam. Benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensifoleh beberapa sistem enzim mikrosom hati.

Mekanisme kerja

Kerja benzodiazepin terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-amino-butirat (GABA) sebagai mediator. GABA dan benzodiazepin yang aktif sacara klinik dengan reseptor GABA/benzodiazepin/chlorida ionofor kompleks. Peningkatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal Clˉ. Benzodiazepin sendiri tidak dapat membuka kanal klorida dan menghambat neuron. Sehingga benzodiazepin merupakan depresan yang relatif aman, sebab depresi neuronyang memerlukan transmitor bersifat self limiting.

Efek samping

Benzodizepin dengan dosis hipnotik pada saat mencapai kadar plasma puncaknya daparmenimbulkan efek samping sebagai berikut: light headednessn lassitude, lambat bereaksi, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinator berfikir, bingung, disartria, amnesia anterograd, mulut kering dan rasa pahit.
Efek samping lain yang relatif umum terjadi adalah badan lemah, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual dan muntah, diare, sakit sendi, sakit dada dan pada beberapa penderita dapat terjadi antikonvulasi kadang-kadang lahan meningkatkan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi.

Indikasi

Benzodiazepin dapat gigunakan untuk mengobati insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi dan aneastesi.

2.      BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan oleh benzodiazepin yang lebih aman.
Farmakodinamik
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma, sampai dengan mati. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium lebih cepat diabsorpsi dari bentuk asamnya. Barbiturat yang mudah laut dalam lemak,misalnya tiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan timbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan penurunan kadarnya dalam plasma dan otak secara cepat. Barbiturat yang kurang lipofiik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresikan lewat ginjal.
Efek samping
Hangover. Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang-kadang timbul kelainan emosional.
Alergi. Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik.segala bentuk hipersentivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang beakhir fatal pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang diseratai demam, delirum dan kerusakan degeneratif  hati.
Rasa nyeri. Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artrargia, terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan pada keadaan nyeri, dapat menyababkan gelisah, eksitasi dan bahkan delirium.

Mekanisme kerja

Barbiturat bekarja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respons pasca sinaps. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Kapasitas barbiturat membantu keraja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepin, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik,sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.

Indikasi

Penggunaan babiturat sebagai hipnotik-sedatif telah menurun secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik, barbiturat memiliki indeks terapi yang lebih rendah dibandingkan terhadap benzodiazepin, kecenderungan disalahgunakan lebih besar, dan banyak terjadi interaksi obat. Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat terhadap kejang, seperti pada tetanus, eklamsia, status epilepsi, pendarahan serebral dan keracunan konvulsan.

3.      ALKOHOL

Alkohol adalah suatu bahan yang mempunyai efek farmakologik dan cenderung menimbulkan ketergantungan serta dapat berinteraksi dengan obat lain. Peminum alkohol berat sering mendapatkan kecelakaan, kehilangan prokduktivitas, terlibat kejahatan, mendapat gangguan kesehatan sampai terjadi kematian.

Farmakodinamik

Alkohol mendepresi SSP seperti halnya anestetik. Karena efek depresinya pada pusat-pusat hambatan maka didapat kesan adanya efek stimulasi SSP pada alkohol. Minum alkohol secara kronis, secara langsung terkait dengan ganggiuan mental dan neurologis yang berat misalnya kerusakan otak, kehilangan ingatan, gangguan tidur dan psikis. Selain itu defisiensi vitamin dan nutrisi akibat gangguan saluran cerna dan fungsi hati, akan mengakibatkan berbagai gejala neuropsikiatrik yang biasa terdapat pada peminum alkohol, mislnya ensefalopati werniche, psikosis korsakoff dan polineuritis dan ensefalopati akibat defisiensi asam nikotinat.

Farmakokinetik

Alkohol dapat merupakan sumber energi bagi tubuh. Energi yang dihasilkan ± 7 Kcal/g. Tetapi menambah alkohol pada diet cukup nutrisi dan cukup kalori seringkali menyebabkan penurunan berat badan. Hal ini juga berhubungan dengan efek toksik alkohol/asetaldehid pada mitokondria sehingga afesiensi fosfolirasa teganggu.

Mekanisme kerja

Sejak lama diduga bahwa efek depresan alkohol dan anastetik bedasarkan pelarutan dalam membran lipid. Efek alkohol terdapat berbagai saraf berbeda karena tidak uniform distribusi fosfolipid dan kolestrol di membran. Juga ada fakta aksperinmental yang menyongkong dugaan bahwa mekanisme kerja alkohol di SSP serupa barbiturat.

Indikasi

Alkohol digunakan untuk berbagai keadaan oleh orang awam tetapi penggunaan yang sah diklinik sedikit sekali. Alkohol digunakan sebagai pelarut obat. Berdasarkan sifatnya sebagai pelarut digunakan pada keracunan toksikodendrol. Alkohol cepat menguap dan digunakan menurunkan suhu tubuh dengan mengusapkannya pada kulit.

D.    PSIKOTROPIK

Psokotropik ialah obat yang bekerja mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966). Sebenarnya psikotropik baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi.

1.      ANTIPSIKOTIK (KLOPROMAZIN DAN DERIVAT VENOTIAZIN)

Prototip kelompok ini adalah klopromazin (CPZ) . Pembahasan terutama mengenai CPZ dengan mengemukakan tentang fenotiazin lain bila ada. Klopromazin (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin.

 Farmakokinetik

Pada umumnya fenotiazin diabsoprsi dengan baik bila diberikan per oral maupun [arenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, limpa dan kelenjar suprarenal. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sebagian lain diubah menjadi sulfoksidyang kemudian diekakresi bersama feses dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih sitemukan ekskresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.

Farmakodinamik

Fenotiazin terutama yang potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan sehingga penggunaannya pada pasien epilepsi harus sangat berhati-hati. Derivat piperazin dapat digunakan secara aman pada penderita epilepsi bila dosis diberikan bertahap dan anti konvulsan. CPZ dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada chemo receptor trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh saluran cerna atau vestibuler, kurang dipengaruhi, tetapi fenotiazin potensi tinggi da[at berguna untuk keadaan tersebut.

Indikasi

Indikasi utama fenotiazin ialah skizofrenia gangguan psikosis yang serung ditemukan. Gejala psikoti yang dipengaruhi secara baik oleh fenotiazin dan antipsikosis lain ialah ketegangan, hiperaktivitas, halusinasi, sush tidur, perhatian diri yang buruk dan kadang-kadang mengatasi sifat yang menarik diri.

2.      ANTIDEPRESI

Depresi adalah gangguan yang heterogen. Ada berapa klasifikasi depresi. Menurut klasifikasi tersebut depresi mayor dan minor merupakan sindrom depresi murni, sedangkan gangguan bipolar dan gangguan siklotimik memperlihatkan depresi yang diselingi dengan mania. Klasifikasi sederhana depresi adalah sebagai berikut :
a.       Depresi reaktif/sekunder
Paling umum dujumpai sebagai respons terhadap penyebab nyata, misalnya: penyalkit dan kesedihan. Dulu dinamakan sebagai depresi sogen.
b.      Depresi endogen
Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetik, bermanifestasi sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi stres yang biasa.
c.       Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu depresi dan mania yang terjadi bergantian.

Senyawa lain : obat-obat dibawah ini merupakan antidepresi yang relatif baru, obat ini merupakan hasil dari usaha mendapatkan obat yang efek sampingnya lebih ringan. Macam-macam obatnya adalah amoksapin,maprotilin, trazodon, fluoksetin, bupropion,nomifensin dan mianserin.

E.     ANTIKONVULSI

Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan aniepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.

1.    EPILEPSI

Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok  gangguan atau penyakit SSP yang timbul spontsn dengan episoda singkat dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang, hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu diseratai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif. Epilepsi merupakan frnomene klinis yang berkaitan denganletupan listrik atau depolarisasi abnormal dan eksesif.

Obat-obat Epilepsi

Anti epileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berkat khasiat antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat). Semua obat antikonvulsi memiliki masa paruh panjang, dieliminasi dengan lambat dan berkumulasi dalam tubuh pada penggunaan kronis.
Penggolongan obatini dapat dibagi dalam kelompok kimiawi, yaitu:
·         Obat generasi pertama : barbital, fenitoin, suksinimida
·         Oabt generasi ke dua : vigabatrin, lamotrigin dan gabapentin

Mekanisme kerja

Di otak terdapat dua kelompok neurotransmitter, yakni zat-zat seperti nonadrenalin dan serotonin yang memperlancar transmisi rangsangan listrik di sinaps sel-sel saraf. Selain itu juga terdapat zat-zat yang menghambat neurotransmisi, antara lain GABA dan glisin. Cara kerja antiepileptika belum semuanya jelas namun dari sejumlah obat terdapat indikasi mengenai mekanisme kerjanya yaitu:
·         Memperkuat efek GABA
·         Menghambat kerjanya aspartat dan glutamat
·         Memblokir saluran-saluran (channel) Na, K, dan Ca
·         Meningkatkan ambang serangan dengan menstabilkan membran sel
·         Mengenali timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal
·         Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik)

Efek samping

Efek samping yang paling sering timbul berupa gangguan lambung usus (nausea, muntah, diaredan hilang cita rasa). Begitu pula denga efek SSP (rasa kantuk, pusing, ataxia,nystagmus, mudah tersinggung) sering kali terjadi. Kebanyakan antiepileptika mempengaruhi saitem endrokin, misalnya metabolisme vitamin D dengan akibat menurunkan kadar kalsium dan fosfat dalam darah. Oleh karena itu penderita yang menggunakan antiepileptika untuk jangka waktu lama, perlu periodik diperiksa kadar kalsium dan fosfatnya.

2.      ANTIEPILEPSI

Farmakodinamik

Fenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus kebagian lain di otak. Fenitoin juga mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel.

Farmakokinetik

Absorpsi fenition yang diberikan per oral berlangsung lambat, 10 % dari dosis oral diekskresi bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Pengikatan fenitoin oleh protein terutama oleh albumin plasma kira-kira 90%. Pada orang sehat termasuk wanita hamil dan wanita pemakaian obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal,penyakit hati atau penyakit hepatorenal fraksi bebas diatas 15%. Pada pasien epilepsi fraksi bebas berkisar 5,8-12,6%.
Efek samping
Feniton sebagai obat epilepsi dapat menimbulkan keracunan, sekalipun relatif paling aman dari kelompoknya. Gejala keracunan ringan biasanya mempengaruhi SSP, saluran cerna, gusi dan kulit. Sedangkan yang lebih berat mepengaruhi kulit, hati, dan sumsum tulang.
Indikasi
Fenitoin diindikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial atau fokal. Banyak ahli penyakit sarar di indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital karena fenitoin memiliki batas kemanan yang sempit. Efek samping dan efek toksik sekalipun ringan, sifatnya cukup mengganggu terutama pada anak. Fenitoin juga bermanfaat terhadap bangkitan parsial kompleks. Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigeminal dan aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstrapiramidal iatrogenik.
3.      TRIMETADION
Trimetadion juga bersifat hipnotik dan analgesik.
Farmakodinamik
Pada SSP trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan dihambat. Transmisi impuls satu per satu tidak terganggu,trimetadion memuluhkan pola EEG abnormal pada bangkitan lena.
Famakokinetik
Trimetadion per ora mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan demetilasi  yang menghasilkan didion. Pada terapi bangkitan lena didion mempertahankan efek trimetadion. Ekskresi didion berlangsung lambat sehingga cenderung terjadi penumpukkan metabolit pada pengobatan kronik.
Efek samping
Efek samping trimetadion yang bersifat ringan berupa sedasi dan hemeralopia. Trimetadion dapat menimbulkan bangkitan tonik-klonik pada pasien dengan bangkitan lena. Sedasi berat dapat diatasi denga amfetamin tanpa mengurangi efek antiepilepsinya, bahkan sekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Hemeralopia lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak.
Indikasi
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponen bangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakan kelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Penghentian trimetadion harus secara bertahap karena bahaya eksersabasi bangkitan dalam bentika status epileptikus.
  1. OBAT PENYAKIT PARKINSON DAN PALEMAS OTOT YANG BEKERJA SENTRAL
  1. PENYAKIT PARKINSON
Penyakit parkinson merupakan pakan suatu sindron dengan gejala utama berupa trias gangguan neuromuskular. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang umum dan terdapat diseluruh dunia. Parkinsonisme atau gejal ekstrapiramidal adalah istilah yang digunakan bagi sindrom kekakuan hipokinetis dengan ciri-ciri penyakit parkinson.
Gejala-gajalanya
Ada empat gejala penyakit parkinson adalah kekekuan anggota gerak, mobilitas hilang atau berkurang secara abnormal, gemetar dan gangguan keseimbangan tubuh. Bardykinesia adalah menjadi lambatnya semua gerakan, sukar bangun dari posisi duduk dan sukar naik turun dari ranjang. Ciri-ciri lainnya adalah sikap tubuh bengkok, kejang otot, tulisan tangan menajdi halus dan seperti laba-laba. Sebagai akibat dari kakunya otot muka, penderita berwajah seperti topeng, bicaranya menjadi monoton dan tidak jelas, sekresi air liur berlebih dan muka berlemak. Gejala pada saluran cerna berupa rasa terbakat dalam lambung, kesulitan menelan, sembelit dan menurunnya berat badan.
  1. LEVODOPA
Levodopa merupakan obat yangpaling efektif untuk melawan gejala-gejala perkinson, terutama terhadap bradykinesia dan rigiditas, sedangkan agonis-DA lainnya kurang efektif dan efek sampingnya seperti rasa kantuk dan halusinasi lebih sering timbul.
Farmakokinetik
Levodopa cepat diabsorpsi secara aktif terutama dari usus halus. Kecepatan absorpsi sangat tergantung dari kecepatan pengosongan lambung. Absorpsi juga dihambat oleh makanan tinggi protein akibat kopetensi asam amino denga levodopa dalam absorpsi maupun transpor ke otak. Levodopa yang dapat mencapai sirkulasi kira-kira 22-30% dosis oral, sedangkan 60% lebih mengalami biotransformasi di saluran cerna dan hati.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja levodopa pada gejala parkinsonisme diduga berdasarkan pengisian kembali kekurangan DA korpus striatum. Telah dibuktikan bahwa beratnya defisiensi DA sejalan dengan beratnya 3 gejala utama parkinsonisme dan konversi levodopa menjadi dopamin terjadi pada manusia. Pengubahan levodopa menjadi DA membutuhkan adanya dekarboksilase asam L-amino aromatik. Pada pasien parkinson aktifitas enzim ini menurun, tetapi agak mencukupi untuk menguba levodopa menjadi dopamin.
Kerja dopamin telah diteliti pada taraf molekuler dan reseptor, dengan teknik ikatan ligan. Kesimpulan yang didapat ialah bahwa sekurang-kurangnya tedapat 2 jenis reseptor dopamin yaitu D1 dan D2. Reseptor D1 memperlihatkan preferensi ikatan dengan tioksanten dan fenotiazin tertentu dan umumnya menstimulasi aktivitas adenilat siklase. Reseptor D2 memperlihatkan prefensi terhadap butirofenon dan dihubungkan dengan penurunan aktivitas adenilat siklase atau tidak mempengaruhinya.
Efek samping
Efek samping levodopa terutama disebabkan terbentuknya dopamin di berbagai organ perifer. Hal tersebut terjadi karena diperlukan dosis levodopa yang besar untuk mendapat efek terapi yaitu peningkatan DA di nigrostriatum. Tujuan memberikan levodopa adalah peningkatan DA-striatum maka efek tehadap organ lain menjadi efek samping obat ini. Efek samping levodopa di perifer dapat dikurangi dengan pemberian penghambatan dekarboksilase. Khusus pasien usia lanjut tidak tahan dosis besar karena cukup mengganggu sehaingga pelu mengurangi dosis atau penghentian pemberian obat.
Interaksi obat
Pemberian penghambat dekarboksilase perifer (yang tidak melintasi sawar darah-otak)bersama levodopa menghambt biotransformasi levodopa menjadi DA di perifer. Pada tikus zat tersebut menghambat aktivitas dekarboksilase sampai 80%. Manfaat kejadian ini adalah :
  • Meningkatkan jumlah levodopa yang mencapai jaringan otak sehingga memungkinkan pengurangan dosis 75%
  • Pada terapi yang baru dimulai dosis efektif lebih cepat tercapai
  • Efek samping srperti mual, muntah dan efek pada istem kardiovaskuler termasuk efek hipotensi sangat berkurang karena kurangnya DA yang terbentuk di perifer
  • Gejala penyakit parkinson yang hanya timbul pada waktu tertentu dalam sehari karena lebih mudak dikendalikan
  • Efek antaginisme piridoksin dapat dihindari
  •  Manfaat dan perbaikan gejala bagi pasien meningkat dibanding dengan padapemberian levodopa.
Penggunaan klinik
Sebaiknya levodopa diberikan per oral dengan makanan untuk mengurangi iritasi. Terapi dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan secara berangsur-angsur tetapi sebaiknya tidak melebihi 8 g sehari.
  1. BROMOKRIPTIN
Bromokriptin merupakan prototip kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot yang bersifat dopaminergik. Walaupun obat-obat ini berbeda sifat farmakokinetiknya terhadap berbagai subtipe reseptor dopaminergik, efektivitas kliniknya sangat mirip.
Mekanisme kerja
Bromokriptin merangsang reseptor dopaminergik.organ yang dipengaruhi ialah yang memiliki reseptor dopamin yaitu SSP, kardiovaskular,poros hipotalamus-hipofisis dan saluran cerna. Bromokriptin menyebabkan kadar HVA dalam CSS menurun, memberikan kesan bahwa obat ini menghambat pembebasanDA dari ujung saraf otak. Tetapi kombinasi levodopa dam bromokriptin pada penyakit parkinson dapat mengurangi dosis levodopa sambil tetap mempertahankan dam meningkatkan efek terapinya.

Farmakokinetik
Hanya 30% bromokriptin yang diberikan per oral diapsorpsi. Obat ini mengalami metabolisme lintas awal secara akstensif sehingga sedikit sekali fraksi dosis yang sampai tempat kerja. Kadar puncak plasma tercapai dalam 1,5-3 jam mengalami metabolisme menjadi zat tidak aktif dan sebagian besar diekskresi kedalam empedu.
Indikasi dan dosis
Indikasi utama bromokriptin ialah sebagai tambahan levodopa pada pasien yang tidak memberikan respons memuaskan tehadap levodopa dan untuk mengatasi fluktasi respons levodopa dengan atau tanpa karbidopa. Bromokriptin diindikasikan sebagai pengganti levodopa bila levodopa dikontraindikasikan. Terapi dengan bromokriptin dimulai dengan dosis 1,25 mg,dua kali sehari. Kemudian dosis dinaikkan sampai efek terapi tercapai atau timbul efek samping. Bromokriptin juga diindikasikan untuk terapi hiperprolaktinemia pada berbagai suatu klinis yaitu laktasi, infertilitas dan galaktore-amenore.
Efek samping
Efek samping bromokriptin memperlihatka variasi individu yang nyata. Mual, muntah dan hipotensi ortostatik merupakan efek samping awal. Fenomena dosis awal berupa kolaps kardiovaskular. Perhatian khusus harus diberikan pada mereka yang minum antihipertensi. Efek samping yang jarang terjadi ialah: eritromelalgia, kemerahan, nyeri, panas dan idem tungkai bawah. Umumny terjadi bila dosis per hari lebih dari 50 mg.
Perangsang SSP
Pada terapi penyakit parkinson,perangsang SSP bekerja memperlancar transmisi DA. Defisiensi DA tudak diperbaiki. Efek anti parkinson hanya lemah dan umumnya perlu dikombinasikan dengan antikolinergik. Untuk tujuan ini dekstroamfetamin diberikan 2 kali 5mg sehari, metamfetamin 2 kali 2,5 mg sehari, atau metilfenidat 2 kali 5 mg sehari.
4.      ANTIKOLINERGIK
Antikolinergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan parkinsonisme. Prototip kelompok ini ialah: biperiden, prosiklidin, benztropin, dan antihistamin dengan efek antikolinergik difenhidramin dan etopropazin.
Farmakodinamik
Seperti atropin, triheksifenidil dosis besar menyebabkan perangsangan otak. Benztropin tersedia sebagai metansulfonat dari eter tropinbenzohidril. Eter ini terdiri dari gugus basa tropin dan gugus antihistamin. Masing-masing bagian tetap mempertahankan sifat-sifatnya termasuk efek antiparkinson.
Farmakokinetik
Tidak banyak data farmakokinetik yang diketahui mengenia obat-obat ini. Hal ini dapat dimengerti sebab saat obat ditemukan, farmakokinetika belum berkembang. Sekarang obat ini kurang diperhatikan setelah ada levodopa dan bromokriptin.
Mekanisme kerja
Dasar kerja obat ini ialah mengurangu aktivitas kolinergikyang berlebihan di gangli basal. Efek antikolinergik perifernya relatif lemah dibandingkan dengan atropin. Atropin dan alkaloid beladon lainnya merupakan obat pertama yang dimanfaatkan pada penyakit parkinson, tetapi telah ditinggalakn karena efek perifernya terlalu mengganggu.
Efek samping
Antiparkinson kelompok antikolinergik menimbulakn efek samping sentral dan perifer. Efek  samping perifer serupa atropin. Triheksifenidil juga dapat menyebabkan kebutaan akibak komplikasiglaukoma sudut tertutup, terutama terjadi bila dosis harian 15-30 mg sehari. Gejala insomnia dan gelisah oleh antikolinergik sentral dapat diatasi dengan dosis kecil hipnotik sedatif atau dengan difenhidramin. Efek samping benztropin umumnya ringan, jarang memerlukan penghentian terapi, sesekali dosis perlu diturunkan umumnya bila timbul kelemahan otot tertentu.
G.   ANALGESIK OPIOID DAN ANTAGONIS
Analgesik opioid kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin.Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
          Yang termasuk golongan obat opoid adalah
1. obat yang berasal dari opium-morfin
2. senyawa semisintetik morfin
3. senyawa sintetik yang erefek seperti morfin
            1. MORFIN DAN ALKALOID
Opium atau candu adalah getah papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid asal opium secara kimia dibagi dalam dua golongan:
            1. golongan fenatren,misal morrfin dan kodein
            2. golongan benzilisokinolin,misal noskapin dan papaverin
Farmakodinamik
Efek morfin pada SSP dan usus terutama ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis dan reseptor υ. Akan tetapi selain itu morfinjuga mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor υ dan k. Efek morfin terhadap SSP berupa analgesia dan narkosis. Efek analgetik morfin dan apoidlain sangat selektif dan tidak disertai oleh hilangnya fungsi sensorik lain yaitu rasa raba, rasa getar, penglihatan dan pendengaran, bahkan persepsi stimulasi nyeri pun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Efek analgetik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme.
1.      Morfin meninggalakan ambang rangsang nyeri
2.      Morfin dapat mempengaruhi emosi
3.      Morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat
Antara nyeri dan efek analgetik morfin dan opioid lain tedapat antara gonisme, artinya nyeri merupakan antagonis faalan bagi efek analgesik dan efek depresi napas morfin. Morfin dan opioid lain sering menimbulkan muntah dan mual.
Farmakokinetik
Morfin tidak padat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorpsi melalui kulit luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara pemberian morfin kecil sakali. Morfin dapat diabsopsi usus, tetapi efek analgetik setelah pemberian oral jauh lebih rendah dari pada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal, sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfin yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu, sebagian kecil dikeluarkan bersama cairan lambung.
Efek samping
Idiosinkrasi dan alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor. Berdasarkan reaksi alergik dapat timbul gejala seperti urtikaria, eksantem, dermatitis kontak, pruritus dan bersin.
Intoksikasi akut. Intoksikasi akut morfin atau opioid lain biasany terjadi akibat percobaan bunuh diri atau pada lakar lajak (overdosis). Penderita tidur, soporous atau koma jika intoksikasi cukup berat. Frekuensi napas lambat, 2-4 kali/menit dan pernapasan mungkin berupa cheynestokes.
Interaksi obat
Efek depresi SSP beberapa opioid dapat diperhambat dan diperpanjang oleh fenatiazin,penghambat monoamin oksidase dan anti depresi trisiklik. Mekanismw supraditif tidak diketahui dengan tepat, mungkin menyangkut perubahan dalam kecepatan biotransformasi opioid atau perubahan pada neurotransmitor tang berperan dalam kerja opioid. Beberapa derivat fenotiazin meningkatkan efek sedasi, tetapi pada saat yang sama bersifat antianalgetik dan meningkatkan jumlah opioid yang diperlukan untuk menghilangkan rasa nyeri.
Indikasi
Terhadap nyeri. Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan. Untunglah pada nyeri hebat depresi napas oleh morfin jarang terjadi, sebab nyeri merupakan antidotum faalan bagi efek depresi napas morfin. Morfin sering dipearlukan untuk nyeri yang menyertai: infark miokard,neoplasma,kolik ranal atau kolik empedu, oklusio akut pembuluh darah perifer,pulmonal atau koroner, perikarditis akut,dll
2.MEPERIDIN DAN DERIVAT FENILPIPERIDIN
Farmakodinamik
Efek farmakodinamik meperidin dan derivat fenilpiperidin lain serupa satu dengan yang lain. Meperidin terutama bekerja pada agonis reseptor µ. Obat lain yang mirip dengan meperidin ialah piminodin,ketobemidon dan fenoperidin. Seperti morfin,meperidin menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, depresi napas dan efek sentral lain.
Farmakokinetik
Absorbsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baek. Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Metabolisme meperidin terutama berlangsung di hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konyugasi. Meperidin bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demetilasi.
Efek samping, kontraindikasi dan intoksikasi
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedesi. Kontraindikasi penggunaan meperidinmenyerupai kontraindikasi terhadap morfin dan opioid lain. Pada penderita penyakit hati dan oarang tua dosisobat harus dikurangi karena terjadinya perugahan pada disposisi obat. Depresi napas oleh meperidin dapat dilawan oleh nalorfin atau nolakson. Nolakson dapat mencetuskan konvulsi pada penderita yang mendapat dosis besar meperidin secara berulang.
Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaanklinis, meperidin diindikasikan atas dasr masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sabagai obat preanestetik. Untuk menimbulkan anelgesia obstertik dabandingkan dengan morfin, meperidin kurang menyebabkan depresi napas pada janin.
H. PERANGSANG SSP
Efek perangsang SSP baik oleh obat yang berasal dari alam atau sintetik dapat dilihatkan pada hewan dan manusia. Beberapa obat memperlihatkan efek perangsang SSP sebagai efek samping. Perangsang SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme, yaitu: mengadakan blokade sistem penghambatan.dan meninggikan perangsangan sinaps.
1. XANTIN
Derivat xantin terdiri dari kafein, teofilin, dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan.
Farmakodinamik
Teofilin, kafein dan teobromin mempunyai efek farmakologiyang sama yang bermanfaat secara klinis. Obat – obat ini menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus, merangsang SSP, otot jantung, dan meningkatkan diuresis. Teobromin tidak bermanfaat secara klinis karena efek faramakologisnya rendah.
Farmakokinetik
Metilxantin cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rektal atau parenteral. Sediaan bentuk cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorbsi secara cepat dan lengkap. Absorbsi juga berlangsung lengkap untuk beberapa jenis sediaan lepas lambat.  Absorbsi teofilin dalam bentuk garam yang mudah larut.
Mekanisme kerja
Xantin merangsang SSP, menimbulkan diuresis, merangsang otot jantung, dan merelaksasi otot polos terutama bronkus. Intensitas efek xantin terhadap berbagai alat ini berbeda, dan dapat dipilih senyawa xantin yang tepat untuk tujuan terapi tertentu dengan sedikit efek samping.
Indikasi
Senyawa teofilin merupakan salah satu obat yang diperlukan pada serangan asma yang berlangsung lama (status asmatikus).
Kegunaan yang lain
Kafein jarang sekali digunakan untuk pengobatan keracunan obat depresan SSP.

PROSES PENEMUAN OBAT BARU

Obat tidak dapat dipisahkan dan hidup manusia sejak jaman nenek-moyang sampai jaman modern di masa yang akan datang. Karena obat, maka banyak penderitaan umat manusia dapat dikurangi, dicegah, bahkan dapat ditiadakan. Rasa nyeri pada operasi dapat dihilangkan dengan anestesi dan analgetika. Berbagai penyakit infeksi dapat dilawan dengan antibiotika. Pasien dengan hipertensi dapat ditolong dengan berbagai obat antihipertensi, seperti betabloker, diuretika, antagonis kalsium dan ACE-inhibitor. Tukak lambung dan tukak duodenum yang dahulu (sebelum 1976) dapat menimbulkan berbagai komplikasi dan membutuhkan pengobatan lama, sekarang dengan omepra- zol, amoksisilin atau kiaritromisin dan metronidazol dapat di sembuhkan dalam satu minggu. Sejak umat manusia diciptakan dan mulai mengembangkan kemampuan menulis maka ditemukan berbagai catatan mengenai
cara-cara pengobatan dengan tumbuh-tumbuhan, mineral dan berbagai organ binatang (dr. Boenjamin setiawan, Ph. D. / PT Kalbe, Jakarta, Indonesia)

USAHA PENEMUAN OBAT BARU DI INDONESIA

Setiap tahun ditemukan antara 40 sampai 60 molekul obat baru (NCE). Pada tahun 1995 telah ditemukan 40 NCE dari jumlah ini 9 adalah obat neoplastik, 6 obat SSP, 5 obat anti- infeksi,4 masing-masing obat kardiovaskuler dan obat paru/ antialergi. Dari 40 NCE ini yang di"launch" pertama, adalah di Eropa 35% atau 14 obat, di Jepang 32,5% atau 13 obat, di AS 25% atau 10 obat dan di berbagai negara lain 7,5% atau 3 obat.
Seluruh pasar obat dunia tahun 1995 diperkirakan 250 milyar US$. Pasar obat USA adalah lebih dari 30%, Eropa kurang dari 30% dan Jepang sekitar 27%. Sisanya adalah Australia,
Afrika dan Amerika Selatan. Mengingat konsumen terbesar obat adalah USA, Eropa dan Jepang maka tidak mengherankan bahwa mereka juga yang mendapatkan obat baru pada tahun 1991 yang diperkirakan berjumlah 25 milyarUS$, AS mengeluarkan 32,6%, Jepang 20,6%, Jerman 11,6%, Perancis 8,0%, Inggris 7,7%, Swiss 5,7%, Italia 5,6% dan negara lain
Asia, di luar Jepang, perannya sebagai konsumen maupun sebagai produsen obat masih sangat kecil.
Korea dan Taiwan mulai berkembang, tetapi mengingat jumlah pendukungnya yang relatif kecil maka pasar obat domestiknya tidak akan banyak berkembang. Cina, India, Indonesia dan Brazil akan menjadi pemain yang perlu diperhatikan dalam dunia produsen obat di abad ke-21. Cina dan India yang relatif akan cepat berkembang karena sekarang mereka sudah menguasi teknologi dasar kimia maupun bioteknologi. Mereka beruntung karena memiliki sumber daya manusia terdidik yang cukup banyak. Cina sekarang sudah mampu membuat semua bahan baku obat penting. Demikian juga halnya dengan India, Indonesia yang paling terbelakang dalam kemampuan memproduksi bahan baku obat. Untuk kemampuan sintesa, kita belum memiliki SDM terlatih, maupun infrastruktur dasar industri kimia. Dengan jumlah penduduk 200juta orang dan konsumsi obat 1 milyar US$ pada tahun 1995, maka konsumsi oba per kapita hanya 5US$, sedangkan Malaysia USD 12, Thailand USD 13, Filipina USD 13,4, Vietnam USD 2,50 dan Singapore USD 42.
 Konsumsi obat negara maju adalah sebagai berikut : Jepang USD400, Jerman 335, Perancis 309, USA 280, Italia 275, U.K.181, Spanyol 175 dan Belanda 168.

Mengingat bahwa Asia pada umumnya dan ASEAN pada khususnya akan berkembang dengan cepat di masa yang akan datang sehingga konsumsi obat di negara-negara ini terus akan naik dan Indonesia dengan penduduk 200 juta merupakan pasar obat yang potensial maka kita perlu mempersiapkan diri untuk ikut bermain sebagai produsen bahan baku obat. Bahkan kita perlu meningkatkan kemampuan untuk juga berperan dalam penelitian dan penemuan bahan baku obat. Indonesia memiliki fauna dan flora yang sangat beranekaragam. Menurut kepustakaan kurang dari 5% dan lebih 250.000 tanaman telah diskrin efek farmakologinya. Alam telah menciptakan jutaan molekul yang sangat beranekaragam, jauh lebih bervariasi dan yang mampu diciptakan oleh umat manusia.
Kekayaan alam ini yang penlu diteliti, dan teknologi HTS akan sangat membantu untuk mempercepat proses skrining. Dengan kerja sama yang baik maka semoga kita akan mampu menggali dan memanfaatkan megabiodiversity untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dunia pada umumnya dan masyanakat Indonesia pada khususnya.
Kepustakaan
1. Ilza Veith, The Yellow Emperors Classic of Internal Medicine, Univ. of
California Press, 1972, p6.
2. America's Pharmaceutical Research Companies. PhRMA Home Page.
3. Drug News and Perspectives 9 (1). Prous, JR. The Years New Drugs.
February 1996, p19.
4. Centre for Medicines Research, U.K., 1995.
5. Purchasing Power Parity $US, OECD Health Data, PhRMA Home Page.
http://www.phrma. prg/index.html.



DAFTAR PUSTAKA

1.  Informatorium Medicamentorum 2005, 8-19. KNMP, Den Haag.
2.  Farmacotherapeutisch Kompas, 2005, 189-190. CMPC Ziekenfonds-raad.
3.  Patsalos PN et al. Antiepileptic drugs-a review of clinically significant drug interactions. Drug saf 1993;9;156-84.
4.  Sulistia G Ganiswarna dkk (FK-UI). Farmatologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: FK-UI,1995.
5.  Bryan Letsoln, informatorium obat Nasional Indonesia 2000, DEPKES RI.
7.  http://farmasi-id blospot.com




 
Cute Blue Elephant